Kelas :
3KA07
Kelompok :
1
Deasy Lusiana (11110721)
Desi Christin Natalina (11110833)
Fransiska Yolanda (12110879)
Widyanti Zuhri
Konselor Sekolah
Kehidupan saat ini terasa teramat keras,
padahal generasi saat ini segalanya tersedia dengan lebih mudah. Setiap orang
berlomba menjadikan anaknya rangking di kelas, menuntut anaknya les ini-les itu
yang mungkin tidak menjadi gambaran jiwanya si anak. Orang berlomba-lomba
mengumpulkan materi, uang, harta dan properti. Seolah-olah dengan memiliki
semuanya dipastikan akan hidup bahagia. Tidak ada yang menyalahkan, tetapi
apakah materi dapat menjamin 100% kebahagiaan? Kita yakin jawabannya tidak.
Berapa banyak kehidupan dengan status ekonomi yang lebih ternyata juga
memiliki masalah yang bertumpuk. Disadari atau tidak ternyata orang-orang marginal
pun masih selalu tertawa lepas tanpa beban. Lalu apa sebetulnya yang dicari
dalam kehidupan ini?.
Gobind Vashdev (37th) seorang pekerja
kantoran dengan gaji cukup besar merasa tersiksa dengan rutinitas bekerja. Dia
merasa tidak bahagia, sampai akhirya memutuskan untuk jobless yang
akhirnya memilih menjadi pekerja sosial yang membuat dia bahagia. Bagi Gobind
bahagia adalah dengan memberi kepada orang lain.
Farida Alamsyah (39th) adalah orang penting
di sebuah bank swasta di Singapura. Jabatan yang bergengsi dan insentif
istimewa, namun tidak membuat dia bahagia karena harus dibayar dengan jam kerja
panjang dengan tingkat stress yang sangat tinggi. Sampai akhirnya Farida
meninggalkan pekerjaannya dan mengejar kebahagiaan dengan menjadi instruktur
yoga. Dan masih banyak lagi kisah-kisah serupa.
Mari kita coba berhenti sejenak dari hingar
bingar dunia dan mencoba solitude sambil mencoba mencari jawaban kunci
sedang mencari apakah kita hidup ini? Setiap hari kita bekerja lebih dengan
harapan dapat memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga dan
anak-anak. Mungkin agar dapat menikmati hari tua dengan lebih enjoy.
Mungkin ingin memberikan setiap anak kita pendidikan setinggi mungkin,
memberikan rumah dan mobil? Bila kita coba untuk mencari akar semua alasan,
sebetulnya setiap manusia hanya ingin bahagia. Dan faktanya ternyata tidak
selalu mendapatkan kebahagiaan itu. Kenapa ?
Manusia adalah makhluk spiritual. Tuhan
menciptakan manusia dengan mencopy diriNya dalam bentuk mini. Mencari
kebahagian melalui materi, yakin bisa bahagia asal kehidupan spiritual sebagai original
install kita dijalankan dengan baik. Mencari kebahagiaan melalui materi
saja ibaratnya mencari kunci yang hilang diluar rumah dengan alasan lebih
terang, padahal kunci hilang atau terselip di dalam rumah.
Apakah ini berarti ada yang salah? Apakah ada
yang terlupakan? Apakah ada cara untuk berbahagia ? Bagaimana caranya ?
Pernahkan kita merenung dan mencoba mencari
makna dari kata syukur yang hampir setiap saat bersliweran dalam kehidupan kita
? Adakah rahasia dalam syukur ? Dalam Alquran Tuhan telah berjanji jika kamu
bersyukur, pasti Aku ( Allah ) akan menambah nikmat kepadamu (QS Ibrahim
(14) : 7). Rasa-rasaya dengan bersyukur akan membuat kita semakin kaya, semakin
makmur, semakin bahagia.
Benarkah demikian ? Sepertinya kita bersyukur
setiap hari, tapi kehidupan terasa biasa saja, tidak ada yang itimewa. Dan
bukankah pelajaran syukur hanya milik agama ? Sebuah dogma, keyakinan yang
sulit diterjemahkan, sulit dipahami, sulit dipelajari dan sulit dijelaskan
secara logika. Jika menurut pepatah we are just what we think maka akan
benar-benar menjelma menjadi kesulitan dalam memahami dan mendapat manfaat dari
rasa syukur.
Sebuah kekuatan pikiran yang teramat dahsyat,
apapun yang kita pikirkan akan mendatangi hidup kita. Menurut Rhonda Byrne
dalam bukunya The Secret, di alam semesta terdapat hukum law of attraction.
Jadi hati-hati dengan pikiran kita. Kemudian adakah hubungannya antara bahagia,
kekuatan pikiran dan syukur ?
Syukur, sebuah kata yang yang berarti
terimakasih. Lalu adakah yang istimewa? Syukur lebih dari sekedar ucapan
terimakasih kepada Tuhan atas nikmat yang sudah kita peroleh. Syukur lebih dari
sekedar menerima apa yang sudah ada. Syukur adalah aksi nyata dengan
menggunakan seluruh potensi diri yang sudah diberikan Tuhan kepada kita untuk
berbuat banyak hal positif yang membawa manfaat bagi orang banyak dan alam
semesta sebagai tanda terimakasih kita kepada Tuhan.
Bersyukur dan berpikir positif adalah
ketrampilan yang di ajarkan untuk menjadi sebuah kebiasaan. Ketrampilan ini
harus dimiliki oleh setiap orang pada semua umur. Pada anak-anak remaja,
gejolak yang dirasakan sangat kompleks biasanya muncul banyak masalah sebagai
cara merespon sesuatu yang kurang efektif. Nah, ketrampilan bersyukur dan
selalu berpikir bisa di ajarkan kepada remaja agar terampil memilih perasaan
bahagia dalam setiap peristiwa keseharian mereka.
Syukur
Akbar Zainudin dalam bukunya Man Jadda Wajada
(2010) menjelaskan kata syukur berasal dari bahasa arab syakara yang
berarti fataha yaitu membuka diri, membuka hati, membuka pikiran untuk
mendapat pencerahan dari berbagai sumber. Rasa syukur harus dimulai dari
membuka diri terhadap apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Bersyukur didefinisikan sebagai rasa
berterima kasih dan bahagia sebagai respon penerimaan karunia, baik karunia
tersebut merupakan keuntungan yang terlihat dari orang lain atau pun momen
kedamaian yang ditimbulkan oleh keindahan alamiah (Peterson & Seligman,
2004 dalam Arbiyah, 2008).
Secara singkat, orang yang bersyukur adalah
seseorang yang menerima sebuah karunia dan sebuah penghargaan, dan mengenali
nilai dari karunia tersebut. Orang yang bersyukur mampu mengidentifikasikan
diri mereka sebagai seorang yang sadar dan berterima kasih atas anugerah Tuhan,
pemberian orang lain, dan menyediakan waktu untuk mengekspresikan rasa terima
kasih mereka (Peterson & Seligman, 2004 dalam Arbiyah, 2008).
Bersyukur bisa diasumsikan sebagai keutamaan
yang mengarahkan individu dalam meraih kehidupan yang lebih baik (Peterson
& Seligman, 2004 dalam Arbiyah, 2008).
Dalam buku Quantum Ikhlas, Erbe Sentanu
menjelaskan syukur sebagai sense of acceptance, langkah pamungkas hati
yang kekuatannya sangat dahsyat namun sering diabaikan karena agak sulit
ditangkap logika. Bersyukur dengan membayangkan hal yang kita doakan sudah
terkabul. Dengan kata lain, kita seolah-olah benar-benar melihat, mendengar,
dan merasakan sepenuh hati bahwa doa kita sudah terwujud, karena itu kita
bersyukur. Ini seperti kita sudah melunasi pembayaran (syukur) di depan,
meskipun pesanan (doa) kita belum kita terima.
Benarkah syukur begitu dahsyat ? Dalam buku
Happiness Inside yang ditulis oleh Gobind Vashdev mengutip penelitian Dr.
Masaru Emoto bahwa ribuan kata yang “dibaca” dan “didengar” oleh air, kata
“cinta” dan “terimakasih” adalah kata yang membentuk kristal yang paling indah
dan sempurna. Dan bukankah 70% dari tubuh kita adalah air ? kalau kita bekata
“cinta” kepada benda diluar tubuh kita dan benda itu membentuk gaung yang
positif, pernbahkan kita berkata “cinta” dan “terimakasih” kepada tubuh kita
sendiri?.
Jika ilmu pengetahuan membuktikan dahsyatnya
kata cinta dan kata terimakasih, ini sangatlah wajar karena Tuhan memerintahkan
kita untuk menjadi Rahmatan Lil Alamin, menjadi penyebar cinta kasih
sesuai firman Nya “Kami tidak mengutus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107). Rahmah berarti kasih sayang atau
cinta kasih. Cinta kasih adalah perintah Tuhan yang harus menjadi bagian dari
kehidupan, didengung-dengungkan sebagai kata-kata yang membahagiakan, dan
diwujudkan dalam setiap tindakan kita sebagai bukti rasa syukur.
Dari Emmons Lab, University of California
disebutkan ukuran disposisi syukur sebagai berikut :
- Tingkat emosi positif lebih tinggi seperti, kepuasan
hidup, vitalitas, optimisme dan rendahnya tingkat depresi dan stress.
Ucapan terimakasih meningkatkan perasaan menyenangkan dan menurunkan emosi
yang tidak menyenangkan.
- Orang dengan disposisi kuat terhadap rasa syukur
memiliki kapasitas untuk menjadi empati dan berdiri pada perspektif orang
lain. Mereka dinilai lebih murah hati dan lebih ringan tangan dalam
komunitas mereka (Mc.Cullough, Emmons & Tsang, 2002 dalam
http:\\www.Psychology.ucdavis.edu/labs/emmos).
- Mereka yang secara teratur menghadiri acara keagamaan
dan terlibat dalam kegiatan keagamaan seperti shalat dan sembahyang lebih
tinggi rasa syukurnya. Rasa syukur adalah pengakuan meyakini dan
keterikatan seluruh kehidupan dan tanggung jawab kepada manusia lain dan
Dzat yang lebih tinggi lagi (McCullough et.al, 2002) syukur tidak
memerlukan iman religius tetapi iman meningkatkan kemampuan untuk
bersyukur.
- Orang yang bersyukur menjadi kurang begitu merasa
penting terhadap materi, rasa iri rendah dan justru lebih banyak berbagi.
Lebih lanjut penelitian Robert A Emmons, PhD
menunjukkan orang-orang yang menuliskan rasa syukurnya setiap hari memberikan
efek terhadap penurunan darah dan progress yang positif pada orang dengan
canser.
Dalam Sacramento bee dijelaskan bahwa uji
klinis menunjukkan praktik syukur dapat memiliki efek dramatis dan abadi dalam
kehidupan seseorang. Syukur dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh**, meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan, memacu tindakan
menolong, murah hati dan kerja sama.
**Gobind Vashdev mengutip hasil penelitian
seorang psikolog dari harvard, David Mc.Clelland dan Carol Kirshnit tentang
hubungan antara empati dan kekebalan tubuh, yaitu terjadinya meningkatan IgA
pada saat empati. Penelitian dilakukan pada orang-orang yang menyaksikan film
Bunda Theresa dan film-film lain yang mengundang empati.
Implementasi dari rasa syukur yang paling
mudah adalah ucapan terimakasih, untuk melatih ketrampilan bersyukur bisa
dimulai sejak bangun tidur, sampai menjelang tidur lagi, contoh :
- Terimakasih Tuhan, masih diperkenankan untuk membuka
mata kembali.
- Terimakasih Tuhan, kakiku masih dapat aku gerakkan.
- Terimakasih Tuhan atas oksigen gratis yang setiap saat
aku hirup.
- Terimakasih Tuhan, hari ini tangan dan hatiku masih
Engkau gerakkan untuk bersedekah.
- Terimakasih, hari ini hujan sehingga bunga2 segar.
- Terimakasih hari ini panas, jemuranku bisa kering.
Ucapan terimakasih tidak hanya kepada
manusia, dalam sehari kita seharusnya menghujani jiwa dan raga kita dengan
ribuan ucapan terimakasih agar mejadi lebih sehat. Coba dihitung dan di
ingat-ingat dalam sehari mulai bangun tidur sampai menjelang tidur berapa
banyak kalimat menggerutu, gosip, mangkel, marah dan kalimat-kalimat berisi
energi negatif lainnya, bandingkan dengan berapa banyak kalimat syukur kita.
Rasa syukur selalu digabungkan dengan emosi
positif, dengan kebahagiaan, hubungan sosial yang lebih baik dan berefek
membuat lebih sehat. Rasanya akan lebih lengkap jika kami uraikan juga tentang
bahagia.
Bahagia
Setiap kita dilahirkan sebagai pemenang. Coba
kita tengok kembali pada awal konsepsi, 100 juta sperma berkompetisi membuahi
sel telur, dan hanya kita yang menjadi pemenang. Jadi sudah selayaknya setiap
manusia merasa bahagia, dan bukankah bumi ini dikuasakan pengelolaannya kepada
manusia saja. Manusia diciptakan hanya untuk bahagia.
Asri Mutiara menuliskan: kebahagiaan
didefinisikan sebagai keadaan psikologis positif yang ditandai dengan tingginya
derajat kepuasan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek negatif (Carr,
2004). Definisi lain yang serupa juga diungkapkan oleh Diener et al (2003) yang
menggunakan istilah kesejahteraan subjektif sebagai sinonim dari kebahagiaan,
yaitu:
“subjective well-being emphasizes an
individual‟s own assessment of his or
her own life – not the judgment of „„experts‟‟ –
and includes satisfaction (both in general and satisfaction with specific
domains), pleasant affect, and low negative affect.” (Diener
et al. 2003)
Dari definisi tersebut diketahui bahwa
kebahagiaan menekankan pada penilaian individu terhadap kehidupannya (bukan
penilaian ahli). Selain itu, kebahagiaan juga melibatkan kepuasan (kepuasan
secara umum dan kepuasan pada ranah kehidupan yang spesifik), afek yang
menyenangkan, dan rendahnya efek negatif.
Sebuah studi yang dilakukan pada individu
dengan luka, subyek yang lebih puas dengan kehidupan sembuh lebih cepat.
(Kiecolt-Glaser, McGuire, Robles dan Glaser, 2002). Temuan dari penelitian
neuroscience juga memberikan dukungan bahwa kebahagiaan berkaitan dengan
kondisi emosional individu.
Berpikir Positif
Menurut Rhonda Byrne dalam bukunya The
Secret diungkapkan tentang hukum tarik menarik, yang intinya adalah apapun
yang kita pikirkan dan kita rasakan dengan sepenuh penghayatan akan menjadi
nyata dalam kehidupan kita.
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan teori
fisika, pada dasarnya yang ada didunia ini adalah energi. Apapun yang kita
pikirkan hanyalah sebuah energi. Menurut Newton “energi tidak dapat di ciptakan
juga tidak dapat dimusnahkan, energi hanya berubah bentuk”. Setiap benda
memiliki energi.
Hakikatnya setiap benda yang memiliki energi
tersebut tersusun dari zat yang paling kecil yang disebut atom atau sel. Pada
kenyataannya atom masih terdiri atas unsur yang lain yang diuraikan oleh Albert
Einstein, bahwa semua benda tersusun atas energi, jadi struktur terkecil dari
setiap benda adalah energi quark. Jadi apapun yang kita pikirkan pada dasarnya
hanyalah sebuah energi.
Sebagai contoh, saat berangkat kuliah dalam
keadaan tergesa-gesa karena dikejar waktu, tiba-tiba ban sepeda bocor. Reaksi
apa yang kita pilih. Apakah kita akan mengumpat, mengerutu dan secala keluhan
yang lain. Jika kita memilih untuk merasakan itu sama dengan memberi energi
negativ dalam baterai kehidupan kita. Tetapi sangat menjadi berbeda jika kita
menerima kejadiaan tersebut sebagai sesuatu yang harus terjadi, kita nikmati
kejadian yang tidak kita harapkan tersebut dengan mengucapkan terimakasih
kepada Tuhan dan berpikir positif, semisal Terimakasih Tuhan, Engkau
berhentikan aku disini, mungkin Engkau punya maksud untuk menyelamatkan aku
dengan memberhentikan aku disini. Kuliah telat ya what ever will be will be.
Maka kejadian ban bocor menjadi indah, karena kita mengisi baterai kehidupan
kita dengan pikiran positif.
Dalam bukunya Misteri Jiwa dan Ruh Agus
Mustofa menguraikan bagaimana cara kerja otak kita sehingga mendukung Law of
Attraction. Otak mengendalikan selutuh aktivitas pikran kita melalui 3 cara
yaitu, sinyal-sinyal listrik lewat serabut-serabut syaraf, neurotransmiter, dan
hormon yang dilepaskan ke dalam darah.
Sinyal listrik adalah cara tercepat yang
dimiliki oleh mekanisme otak dan syaraf. Setiap memberikan perintah kepada
organ atau bagian lain, otak selalu mengirimkan pesan-pesan lewat sinyal
listrik. Seperti pulsa-pulsa telefon, atau seperti remote televisi, tapi lewat
“kabel” syaraf.
Kecepatan pesan dari otak menuju organ-organ
yang dikendalikan itu sangat tinggi, 120meter per detik. Jadi kalau kita
memiliki tinggi 160cm, maka kecepatan pesan dari otak sampai ke ujung kaki
hanya membutuhkan waktu 1/75 detik saja. Karen itu, kaki bisa langsung
digerakkan seketika, saat otak berkehendak.
Selain lewat sinyal-sinyal listrik, otak
memerintah organ-oragan dengan menggunakan neurotransmiter. Ini adalah
zat kimiawi pembawa pesan. Neurotransmiter ini diproduksi oleh sel-sel
di ujung-ujung syaraf otak seiring dengan sinyal-sinyal listrik yang
melewatinya.
Neurotransmiter ini
kemudian dilepaskan menuju sel-sel sebelahnya,, diterima oleh zat lain yang
disebut reseptor (penerima). Jika reseptornya cocok dengan neurotransmiter, maka
proses mengalirnya pesan itu akan berlanjut sampai ke organ yang dituju.
Yang ketiga adalah hormon. Jika sinyal
listrik dan neurotransmiter bekerja di sepanjang saraf, maka hormon
dilepaskan lewat darah. Zat ini dilepaskan oleh kelenjar hipofise di otak
bagian depan atas perintah hipothalamus. Pada orang marah atau cemas,
maka otak akan mengeluarkan hormon cortisol yang merangsang saraf simpatis
mengeluarkan adrenalin yang direspon tubuh dengan jantung berdebar,
keringat dingin, gemetaran sampai ingin BAK.
Dengan cara kerja otak yang seperti itu dan
apapun yang kita pikirkan hanyalah sebuah energi, maka menjadi teranglah
bagaiman the law of attraction terjadi. Maka kita perlu membuat program
berpikir positif.
Dalam buku The Ultimate Quesion Erni
Julia Kok menegaskan cara-cara berpikir positiv sebagai berikut :
- Menyatakan dalam kalimat positiv
- Menyatakan dengan specifik
- Mengenali sumber daya dan hambatan
- Dapat dikendalikan
- Mempertimbangkan ekologi
- Segera bertindak
Ada pendapat lain yang mengajarkan cara
berpikir yang baik yang akan menuntun pada pengambilan tindakan yang baik
adalah dengan cara SMART, yaitu :
- Spesifik / jelas
- Measurable : dapat diukur
- Achievement : bisa dicapai
- Realistis : masuk akal
- Time : waktu
Contoh :
- a. Nak kamu jangan nakal.
Kalimat diatas ditangkap oleh otak kita
sebagai kata “nakal” karena otak kita seperti komputer, jika kita ketik kata
“nakal” maka perilaku yang muncul adalah nakal. Kata “tidak” dan kata “jangan”
sebaiknya dihindari karena sulit diterjemahkan oleh otak kita.
- b. Aku langsing
Kata langsing masih sulit dicerna oleh otak,
karena kriteria langsing tiap orang berbeda. Langsing bisa bermakna 55kg, 45kg
atau 25kg. Jadi sebutkan ukuran langsing bagi anda yang masuk akal bagi
pencapaian maksimal diri anda.
- c. Aku juara kelas
Kalimat di atas juga masih sulit untuk diterjemahkan
menjadi perilaku yang spesifik. Seharusnya bisa ditulis lebih konstruktif
seperti “Aku menerima raport semester I tahun 2012 dan menjadi pemegang nilai
terbaik di kelas dengan nilai rata-rata 8,8 tiap mata pelajaran”.
- Aku tidak senang kalau kalian ribut saja, bertengkar
saja.
Kita sering sekali sulit mengutarakan maksud
baik dengan bahasa yang baik. Kalimat diatas justru akan ditangkap menjadi
sebuah perintah untuk selalu ribut dan bertengkar.
Coba kita bandingkan rasa energi dari kalimat
berikut “ Saya lebih senang jika kalian rukun, akur, yang tua menyayangi yang
muda, yang muda menghormati yang tua”.
Berpikir positif harus melibatkan 2 belahan
otak kanan dan otak kiri. Otak kiri yang lebih dominan terhadap fungsi
analitis, matematis yang juga disebut alam sadar ternyata hanya memiliki
kapasitas 20% saja. Otak kanan yang sifatnya meloncat-loncat, yang disebut juga
alam bawah sadar, intuisi atau perasaan memiliki kapasitas 80%.
Berpikir positif maknanya bukan hanya
beripikir secara sadar, tetapi perasaan juga harus positif. Saat pikiran sadar
dan bawah sadar se-ide untuk memikirkan sesuatu maka energinya menjadi luar
biasa.
Itulah kiranya jika kita membiasakan
bersyukur dan berpikir yang konstruktif sesuai kaidah Neuro Linguistik Program,
maka kondisi bahagia akan sangat mudah kita hadirkan dengan sengaja dalam
kehidupan. Ketrampilan bersyukur harus dilatih dalam tulisan, karena efek
tulisan lebih besar daripada hanya sekedar mendengar. Maka dalam tulisan ini
tindakan yang akan dilakukan ke konseli adalah mengajari dia terampil bersyukur
dalam sebuah jurnal/tulisan untuk memperoleh rasa bahagia.